Menteri
Ketenagakerjaan Republik Indonesia, M Hanif Dhakiri menilai urgensi
melindungi para pekerja sektor informal di Indonesia, tak sebatas
membuat peraturan untuk melindungi tenaga kerja di luar negeri saja.
Upaya tak kalah penting, menurut Hanif adalah mendorong agar bisa
mengakomodasi para pekerja, terutama buruh di sector informal dalam
sebuah wadah selayak para pekerja informal. Hal tersebut, bisa dimulai
dengan mewujudkan bursa kerja informal sebagai pola rekrutmen baru,
khususnya untuk tenaga kerja yang hendak menjadi pembantu rumah tangga.
Sebagaimana rekrutmen karyawan di sector formal, para calon tenaga kerja
non formal pun, menurut Hanif layak dihargai, dan diakomodasi
hak-haknya. Bahkan dalam waktu dekat, pihaknya akan menerbitkan
peraturan menteri tentang perlindungan tenaga kerja di dalam negeri
(Domestik), demi mengantisipasi kasus-kasus kekerasan terhadap pekerja
informal dalam negeri.
Perlunya
memperhatikan pola pengawasan terhadap buruh, baik migrant maupun
domestik tersebut diungkapkan Menaker ketika membuka seminar bertema
Urgensi Peraturan Daerah Perlindungan Buruh Migran Indonesia Kabupaten
Wonosobo, di Ballroom Kresna Hotel, Kamis (15/1). Dalam seminar yang
digelar Maju Perempuan Indonesia Untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU)
dan Migran Care SARI Solo bersama asosiasi Buruh Migran Indonesia (BMI)
Wonosobo tersebut, Hanif juga menyebut bahwa Pemerintahan Jokowi-JK,
menjadikan sector tenaga kerja sebagai salah satu prioritas yang harus
ditangani. Pemerintah, melalui kementeriannya, berupaya mengurai benang
kusut permasalahan TKI, seperti terjadinya percaloan, pemerasan TKI,
hingga masih maraknya perusahaan jasa tenaga kerja yang sekedar mencari
keuntungan dari para calon tenaga kerja, tanpa mau bertanggung jawab
terhadap kondisi TKI ketika sudah berada di luar negeri.
Menurut
Hanif, permasalahan-permasalahan tersebut perlu segera dicarikan solusi
agar ke depan buruh migrant tak hanya sekedar menjadi komoditas bagi
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pihak Kemenaker, dikatakan
Hanif terus mengumpulkan data-data terkait Pelaksana Penempatan TKI
Swasta (PPTKIS) yang perlu diawasi secara ketat, atau bahkan dicabut
ijinnya bila ditemukan fakta melanggar ketentuan. PPTKIS sudah
dikelompokkan dalam kategori stabilo kuning, hijau dan merah, dimana
yang mendapat stabile merah akan langsung ditindaklanjuti dengan
pengawasan secara intensif dan tak menutup kemungkinan berujung pada
pencabutan ijin. Hal itu, menurut Hanif perlu dukungan Pemerintah
Daerah, untuk juga turut aktif mengawasi rekrutmen tenaga kerja,
terutama yang hendak ditempatkan di luar negeri. Peraturan Daerah
(Perda) perlindungan TKI, menurut Hanif bisa menjadi salah satu upaya
strategis untuk mengantisipasi terjadinya kasus-kasus pelanggaran
terhadap para tenaga kerja dari daerah.
Apa
yang disampaikan Menaker, menurut Siti Maryam, koordinator BMI Wonosobo
layak diapresiasi secara positif. Pihak BMI Wonosobo sendiri, dikatakan
wanita yang akrab dengan sapaan Maria Bo Niok tersebut, cukup terkejut
dengan kehadiran Menaker di Seminar, dan bahkan bersedia membuka acara.
Menurut Maryam, komitmen Menaker sudah cukup pro terhadap buruh migrant,
termasuk upaya melarang calon TKW yang memiliki anak di bawah usia 2
tahun untuk berangkat ke luar negeri. Hal itu menurut dia juga selaras
dengan komitmen Bupati Wonosobo untuk mendukung langkah Migran Care
mengupayakan perlindungan bagi para buruh. Dengan adanya pernyataan
Hanif untuk terus mereformasi tata kelola TKI tersebut, Maria juga
merasa lebih optimis, nasib para buruh migran akan lebih terangkat dan
bermartabat. Dan untuk lebih mengakselerasi terwujudnya Perda
perlindungan Buruh Migran Kabupaten Wonosobo, dalam seminar tersebut,
Maria menghadirkan para narasumber kompeten, baik dari kalangan
akademisi, aktivis buruh hingga anggota DPRD Kabupaten Wonosobo. (sumber: http://wonosobokab.go.id -berita seputar Wonosobo)
