Thursday, 22 January 2015

MAMPU in News

 

Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, M Hanif Dhakiri menilai urgensi melindungi para pekerja sektor informal di Indonesia, tak sebatas membuat peraturan untuk melindungi tenaga kerja di luar negeri saja. Upaya tak kalah penting, menurut Hanif adalah mendorong agar bisa mengakomodasi para pekerja, terutama buruh di sector informal dalam sebuah wadah selayak para pekerja informal. Hal tersebut, bisa dimulai dengan mewujudkan bursa kerja informal sebagai pola rekrutmen baru, khususnya untuk tenaga kerja yang hendak menjadi pembantu rumah tangga. Sebagaimana rekrutmen karyawan di sector formal, para calon tenaga kerja non formal pun, menurut Hanif layak dihargai, dan diakomodasi hak-haknya. Bahkan dalam waktu dekat, pihaknya akan menerbitkan peraturan menteri tentang perlindungan tenaga kerja di dalam negeri (Domestik), demi mengantisipasi kasus-kasus kekerasan terhadap pekerja informal dalam negeri.

Perlunya memperhatikan pola pengawasan terhadap buruh, baik migrant maupun domestik tersebut diungkapkan Menaker ketika membuka seminar bertema Urgensi Peraturan Daerah Perlindungan Buruh Migran Indonesia Kabupaten Wonosobo, di Ballroom Kresna Hotel, Kamis (15/1). Dalam seminar yang digelar Maju Perempuan Indonesia Untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU) dan Migran Care SARI Solo bersama asosiasi Buruh Migran Indonesia (BMI) Wonosobo tersebut, Hanif juga menyebut bahwa Pemerintahan Jokowi-JK, menjadikan sector tenaga kerja sebagai salah satu prioritas yang harus ditangani. Pemerintah, melalui kementeriannya, berupaya mengurai benang kusut permasalahan TKI, seperti terjadinya percaloan, pemerasan TKI, hingga masih maraknya perusahaan jasa tenaga kerja yang sekedar mencari keuntungan dari para calon tenaga kerja, tanpa mau bertanggung jawab terhadap kondisi TKI ketika sudah berada di luar negeri.

Menurut Hanif, permasalahan-permasalahan tersebut perlu segera dicarikan solusi agar ke depan buruh migrant tak hanya sekedar menjadi komoditas bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pihak Kemenaker, dikatakan Hanif terus mengumpulkan data-data terkait Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) yang perlu diawasi secara ketat, atau bahkan dicabut ijinnya bila ditemukan fakta melanggar ketentuan. PPTKIS sudah dikelompokkan dalam kategori stabilo kuning, hijau dan merah, dimana yang mendapat stabile merah akan langsung ditindaklanjuti dengan pengawasan secara intensif dan tak menutup kemungkinan berujung pada pencabutan ijin. Hal itu, menurut Hanif perlu dukungan Pemerintah Daerah, untuk juga turut aktif mengawasi rekrutmen tenaga kerja, terutama yang hendak ditempatkan di luar negeri. Peraturan Daerah (Perda) perlindungan TKI, menurut Hanif bisa menjadi salah satu upaya strategis untuk mengantisipasi terjadinya kasus-kasus pelanggaran terhadap para tenaga kerja dari daerah.

Apa yang disampaikan Menaker, menurut Siti Maryam, koordinator BMI Wonosobo layak diapresiasi secara positif. Pihak BMI Wonosobo sendiri, dikatakan wanita yang akrab dengan sapaan Maria Bo Niok tersebut, cukup terkejut dengan kehadiran Menaker di Seminar, dan bahkan bersedia membuka acara. Menurut Maryam, komitmen Menaker sudah cukup pro terhadap buruh migrant, termasuk upaya melarang calon TKW yang memiliki anak di bawah usia 2 tahun untuk berangkat ke luar negeri. Hal itu menurut dia juga selaras dengan komitmen Bupati Wonosobo untuk mendukung langkah Migran Care mengupayakan perlindungan bagi para buruh. Dengan adanya pernyataan Hanif untuk terus mereformasi tata kelola TKI tersebut, Maria juga merasa lebih optimis, nasib para buruh migran akan lebih terangkat dan bermartabat. Dan untuk lebih mengakselerasi terwujudnya Perda perlindungan Buruh Migran Kabupaten Wonosobo, dalam seminar tersebut, Maria menghadirkan para narasumber kompeten, baik dari kalangan akademisi, aktivis buruh hingga anggota DPRD Kabupaten Wonosobo. (sumber: http://wonosobokab.go.id -berita seputar Wonosobo)