Thursday, 24 December 2015

MAMPU in News


WONOSOBO – Draf rancangan peraturan daerah (raperda) tentang Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia telah memasuki tahap finalisasi. Dengan sedikit revisi, draf tersebut siap untuk dibahas para legislator di DPRD Wonosobo.

Kesiapan jajaran dewan untuk membahas raperda tersebut disampaikan langsung oleh Ketua DPRD Afif Nurhidayat di acara dialog publik soal sejauh mana kepedulian pemerintahanan baru Pemkab Wonosobo terhadap Raperda Perlindungan TKI, Rabu (23/12). Dalam acara yang digelar di Ballroom Hotel Kresna itu, Afif bahkan menegaskan bahwa pembahasan raperda perlindungan TKI tak perlu menunggu dilantiknya bupati dan wakil bupati terpilih.

“Kalau bisa, malah segera saja diperbaiki apa yang masih menjadi kekurangan dalam raperda, dan secepatnya diajukan ke Dewan,” harap Afif. Dengan selesainya pembahasan di jajaran legislatif, Afif berharap nantinya raperda perlindungan TKI sudah siap ditetapkan oleh Pemerintahan yang baru, dan tinggal dibuatkan Peraturan Bupatinya.

Dalam acara dialog publik yang diinisiasi Migrant Care bersama lembaga SARI Surakarta itu, beberapa hal terkait masih belum sempurnanya raperda TKI memang mengemuka. Ketua UPIPA Wonosobo Nuraini Ariswari mengatakan, draf keempat yang disusun oleh Kantor Tenaga Kerja dan Transmigrasi belum mencakup perlindungan untuk keluarga TKI yang ditinggal merantau.

Friday, 20 February 2015

MAMPU in News


Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, yang kini tengah diperjuangan para buruh migrant di Kabupaten Wonosobo tidak bisa dilepaskan dari konvensi perlindungan buruh Internasional. Paling tidak, perda tersebut harus menjadikan Konvensi PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) Tahun 1990 Tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya, serta  Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 189/2011 Tentang Kerja Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga sebagai acuannya. Dengan berpedoman pada kedua konvensi Internasional tersebut, Perda Perlindungan TKI akan lebih selaras dan sinkron dengan berbagai aturan yang telah disepakati oleh dunia Internasional.

Pentingnya sinkronisasi Perda perlindungan TKI dengan Konvensi Internasional tersebut diungkapkan Direktur Migrant Care, Anis Hidayah dalam acara Seminar dan Lokakarya Sosialisasi Instrumen Internasional untuk Perlindungan Buruh Migran sebagai Pedoman Kebijakan Daerah Mengenai Perlindungan TKI, di Ballroom Hotel Kresna, Rabu 18 Februari 2015. Anis yang menjadi salah satu pembicara kunci selain Direktur HAM Kementerian Luar Negeri RI Dicky Komar, dan Yuni Khudzaefah dari Komnas Perempuan Indonesia menyebut bahwa Pemerintah Daerah memiliki peran kunci dalam penempatan dan perlindungan buruh. Namun dengan undang-undang yang saat ini kurang akomodatif terhadap keberadaan pemda, maka peran pemda tersebut menjadi kurang signifikan dan seolah-olah hanya sebagai pelengkap belaka.

UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Pelindungan TKI di disebut Anis belum mengakomodir seluruh isi dari Konvensi Pekerja Migran, karena hanya mencakup perlindungan TKI selama pra penempatan dan purna penempatan. UU tersebut dikatakan Anis belum dapat melindungi para TKI selama bekerja di  luar Negeri. Karena itu, Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemda Wonosobo sebagai bagian dari Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan upaya-upaya perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak seluruh buruh migrant dan anggota keluarganya bedasarkan norma-norma hak asasi manusia universal. Digagasnya Perda perlindungan TKI oleh Buruh Migran Indonesia (BMI) Wonosobo, menurut Anis sudah tepat dan layak didukung oleh semua pihak.

Senada dengan Anis, Bupati Wonosobo HA Kholiq Arif menyebut bahwa Perda perlindungan TKI memang selayaknya direalisasikan. Pihaknya selaku Kepala Daerah mengaku akan terus mendorong agar sesegera mungkin rancangan Perda bisa masuk ke legislatif, sehingga dalam triwulan kedua Tahun 2015, atau sebelum masa kerjanya berakhir, DPRD Wonosobo sudah bisa membahasya. Proses menuju terwujudnya Perda tersebut, dikatakan Kholiq harus dikawal dan didukung oleh semua pihak terkait, agar ada kesesuaian dengan konvensi internasional maupun kebutuhan dasar buruh dari Wonosobo. Kepada para pembicara kunci yang hadir dalam seminar dan lokakarya bersama hampir 100 orang peserta dari berbagai kalangan tersebut, Kholiq meminta agar forum tersebut bisa dimanfaatkan sebagai media menyatukan persepsi terhadap rancangan Perda Perlindungan TKI Wonosobo.]

:: sumber: wonosobokab.go.id ::

Thursday, 19 February 2015

MAMPU in News

[Wonosobozone.com] Peraturan Daerah (Perda) Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia, yang kini tengah diperjuangan para buruh migrant di Kabupaten Wonosobo tidak bisa dilepaskan dari konvensi perlindungan buruh Internasional. Paling tidak, perda tersebut harus menjadikan Konvensi PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) Tahun 1990 Tentang Perlindungan Buruh Migran dan Anggota Keluarganya, serta Konvensi International Labour Organization (ILO) Nomor 189/2011 Tentang Kerja Layak Bagi Pekerja Rumah Tangga sebagai acuannya. Dengan berpedoman pada kedua konvensi Internasional tersebut, Perda Perlindungan TKI akan lebih selaras dan sinkron dengan berbagai aturan yang telah disepakati oleh dunia Internasional.
Pentingnya sinkronisasi Perda perlindungan TKI dengan Konvensi Internasional tersebut diungkapkan Direktur Migrant Care, Anis Hidayah dalam acara Seminar dan Lokakarya Sosialisasi Instrumen Internasional untuk Perlindungan Buruh Migran sebagai Pedoman Kebijakan Daerah Mengenai Perlindungan TKI, di Ballroom Hotel Kresna, Rabu 18 Februari 2015. Anis yang menjadi salah satu pembicara kunci selain Direktur HAM Kementerian Luar Negeri RI Dicky Komar, dan Yuni Khudzaefah dari Komnas Perempuan Indonesia menyebut bahwa Pemerintah Daerah memiliki peran kunci dalam penempatan dan perlindungan buruh. Namun dengan undang-undang yang saat ini kurang akomodatif terhadap keberadaan pemda, maka peran pemda tersebut menjadi kurang signifikan dan seolah-olah hanya sebagai pelengkap belaka.
UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Pelindungan TKI disebut Anis belum mengakomodir seluruh isi dari Konvensi Pekerja Migran, karena hanya mencakup perlindungan TKI selama pra penempatan dan purna penempatan. UU tersebut dikatakan Anis belum dapat melindungi para TKI selama bekerja di  luar Negeri. Karena itu, Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemda Wonosobo sebagai bagian dari Pemerintah Indonesia perlu meningkatkan upaya-upaya perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan hak-hak seluruh buruh migrant dan anggota keluarganya bedasarkan norma-norma hak asasi manusia universal. Digagasnya Perda perlindungan TKI oleh Buruh Migran Indonesia (BMI) Wonosobo, menurut Anis sudah tepat dan layak didukung oleh semua pihak.
Senada dengan Anis, Bupati Wonosobo HA Kholiq Arif menyebut bahwa Perda perlindungan TKI memang selayaknya direalisasikan. Pihaknya selaku Kepala Daerah mengaku akan terus mendorong agar sesegera mungkin rancangan Perda bisa masuk ke legislatif, sehingga dalam triwulan kedua Tahun 2015, atau sebelum masa kerjanya berakhir, DPRD Wonosobo sudah bisa membahasya. Proses menuju terwujudnya Perda tersebut, dikatakan Kholiq harus dikawal dan didukung oleh semua pihak terkait, agar ada kesesuaian dengan konvensi internasional maupun kebutuhan dasar buruh dari Wonosobo. Kepada para pembicara kunci yang hadir dalam seminar dan lokakarya bersama hampir 100 orang peserta dari berbagai kalangan tersebut, Kholiq meminta agar forum tersebut bisa dimanfaatkan sebagai media menyatukan persepsi terhadap rancangan Perda Perlindungan TKI Wonosobo.
(dnang)

Saturday, 7 February 2015

MAMPU in News


WONOSOBOZONE - Buruh Migran Indonesia (BMI) Wonosobo benar-benar serius dalam mengupayakan terwujudnya peraturan daerah (Perda) perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Setelah menggelar acara Seminar yang dihadiri pula oleh Menteri Tenaga Kerja RI Hanif Dhakiri, pada medio Januari lalu, pada Selasa (3/2), BMI Wonosobo melanjutkannya dengan menyelenggarakan workshop. Tak tanggung-tanggung, organisasi di bawah koordinasi Siti Maryam, mantan buruh migran asal Leksono tersebut mengundang langsung Bupati Wonosobo, HA Kholiq Arif beserta istri, dan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Drs Gatot Hermawan hingga beberapa pejabat terkait untuk hadir di Hotel Kresna.
Bersama Social Analyst and Research Institute (SARI) Surakarta, dan didukung oleh Maju Perempuan Indonesia Untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU), BMI Wonosobo yang disupport penuh Australian AID (Aus Aid) tersebut mengajak Bupati dan segenap pejabat yang hadir untuk berdiskusi dan merumuskan substansi rancangan peraturan daerah (Raperda) Perlindungan TKI asal Wonosobo.  Menurut Siti Maryam, digelarnya workshop adalah demi menajamkan visi dan misi, serta menyamakan persepsi mengenai apa dan bagaimana sebenarnya Perda perlindungan TKI itu sendiri. Wanita yang akrab dengan sapaan Maria Bo Niok itu menegaskan, bahwa ajang workshop merupakan media paling tepat untuk mempertemukan para buruh migran yang ada di bawah BMI dengan pihak pemerintah daerah serta beberapa pihak yang peduli terhadap nasib mereka. Dari pertemuan dan diskusi tersebut, pihaknya berharap aka nada poin-poin penting yang kelak dapat diusulkan dalam rancangan perda perlindungan TKI Wonosobo. BMI sendiri menurut Maria akan terus mengawal rancangan perda tersebut, mulai dari pengusulan oleh pemerintah Kabupaten,  hingga dibahas di kalangan legislatif, sebelum gol menjadi Perda.
Keseriusan BMI dalam mengupayakan terealisirnya Perda perlindungan TKI tersebut mendapat sambutan positif dari Bupati. Ketika ditemui seusai membuka Workshop, Bupati secara tegas mendukung terbitnya Perda yang diproyeksikan untuk melindungan para buruh migrant Wonosobo tersebut. Dengan telah adanya Perda, Bupati meyakini, kasus-kasus seperti yang menimpa salah satu TKW asal Kalibawang, yang selama 6 bulan bekerja di Malaysia tidak mendapat gaji, akan bisa ditindaklanjuti. Perda perlindungan TKI, dikatakan Bupati juga akan memberi perhatian lebih kepada para buruh ketika akan berangkat ke perantauan, termasuk kepada keluarga yang ditinggal, agar tidak terjadi disharmonisasi yang bisa berujung pada kehancuran keluarga. Pihak Pemerintah Kabupaten, ditegaskan Bupati akan sangat proaktif dalam mengakomodasi keinginan para buruh melalui BMI.

Thursday, 5 February 2015

MAMPU in News


UNSIQ melalui LP3MPB mengirimkan tenaga ahli dalam Workshop Merumuskan Substansi Raperda Perlindungan Buruh Migran Indonesia Kab. Wonosobo. Workshop berlangsung selama 3 hari pada tanggal 3-5 Februari 2015 dan bertempat di Hotel Kresna Wonosobo.
Tenaga ahli dari LP3MPB UNSIQ, Erna Dwi Astuti, M.Kom diminta untuk membantu presentasi dalam pembahasan raperda tersebut. Agenda workshop tersebut yaitu :
  1. Sharing kasus buruh migran indonesia di Kab. Wonosobo
  2. Pemetaan tupoksi para pihak terkait di Kab. Wonosobo
  3. Rumusan pra pemberangkatan
  4. Rumusan pasca bekerja/kepulangan
  5. Rumusan database BMI untuk desa dan SKPD terkait
  6. Rumusan untuk penyedia jasa perekrutan dan pengiriman BMI
  7. Rumusan peran masyarakat sipil dalam perlindungan BMI
  8. Perumusan agenda pengawalan proses pentahapan rancangan peraturan daerah perlindungan BMI Kab. Wonosobo.] :: sumber info: Portal Berita Unsiq 

Thursday, 22 January 2015

MAMPU in News

 

Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, M Hanif Dhakiri menilai urgensi melindungi para pekerja sektor informal di Indonesia, tak sebatas membuat peraturan untuk melindungi tenaga kerja di luar negeri saja. Upaya tak kalah penting, menurut Hanif adalah mendorong agar bisa mengakomodasi para pekerja, terutama buruh di sector informal dalam sebuah wadah selayak para pekerja informal. Hal tersebut, bisa dimulai dengan mewujudkan bursa kerja informal sebagai pola rekrutmen baru, khususnya untuk tenaga kerja yang hendak menjadi pembantu rumah tangga. Sebagaimana rekrutmen karyawan di sector formal, para calon tenaga kerja non formal pun, menurut Hanif layak dihargai, dan diakomodasi hak-haknya. Bahkan dalam waktu dekat, pihaknya akan menerbitkan peraturan menteri tentang perlindungan tenaga kerja di dalam negeri (Domestik), demi mengantisipasi kasus-kasus kekerasan terhadap pekerja informal dalam negeri.

Perlunya memperhatikan pola pengawasan terhadap buruh, baik migrant maupun domestik tersebut diungkapkan Menaker ketika membuka seminar bertema Urgensi Peraturan Daerah Perlindungan Buruh Migran Indonesia Kabupaten Wonosobo, di Ballroom Kresna Hotel, Kamis (15/1). Dalam seminar yang digelar Maju Perempuan Indonesia Untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU) dan Migran Care SARI Solo bersama asosiasi Buruh Migran Indonesia (BMI) Wonosobo tersebut, Hanif juga menyebut bahwa Pemerintahan Jokowi-JK, menjadikan sector tenaga kerja sebagai salah satu prioritas yang harus ditangani. Pemerintah, melalui kementeriannya, berupaya mengurai benang kusut permasalahan TKI, seperti terjadinya percaloan, pemerasan TKI, hingga masih maraknya perusahaan jasa tenaga kerja yang sekedar mencari keuntungan dari para calon tenaga kerja, tanpa mau bertanggung jawab terhadap kondisi TKI ketika sudah berada di luar negeri.

Menurut Hanif, permasalahan-permasalahan tersebut perlu segera dicarikan solusi agar ke depan buruh migrant tak hanya sekedar menjadi komoditas bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Pihak Kemenaker, dikatakan Hanif terus mengumpulkan data-data terkait Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) yang perlu diawasi secara ketat, atau bahkan dicabut ijinnya bila ditemukan fakta melanggar ketentuan. PPTKIS sudah dikelompokkan dalam kategori stabilo kuning, hijau dan merah, dimana yang mendapat stabile merah akan langsung ditindaklanjuti dengan pengawasan secara intensif dan tak menutup kemungkinan berujung pada pencabutan ijin. Hal itu, menurut Hanif perlu dukungan Pemerintah Daerah, untuk juga turut aktif mengawasi rekrutmen tenaga kerja, terutama yang hendak ditempatkan di luar negeri. Peraturan Daerah (Perda) perlindungan TKI, menurut Hanif bisa menjadi salah satu upaya strategis untuk mengantisipasi terjadinya kasus-kasus pelanggaran terhadap para tenaga kerja dari daerah.

Apa yang disampaikan Menaker, menurut Siti Maryam, koordinator BMI Wonosobo layak diapresiasi secara positif. Pihak BMI Wonosobo sendiri, dikatakan wanita yang akrab dengan sapaan Maria Bo Niok tersebut, cukup terkejut dengan kehadiran Menaker di Seminar, dan bahkan bersedia membuka acara. Menurut Maryam, komitmen Menaker sudah cukup pro terhadap buruh migrant, termasuk upaya melarang calon TKW yang memiliki anak di bawah usia 2 tahun untuk berangkat ke luar negeri. Hal itu menurut dia juga selaras dengan komitmen Bupati Wonosobo untuk mendukung langkah Migran Care mengupayakan perlindungan bagi para buruh. Dengan adanya pernyataan Hanif untuk terus mereformasi tata kelola TKI tersebut, Maria juga merasa lebih optimis, nasib para buruh migran akan lebih terangkat dan bermartabat. Dan untuk lebih mengakselerasi terwujudnya Perda perlindungan Buruh Migran Kabupaten Wonosobo, dalam seminar tersebut, Maria menghadirkan para narasumber kompeten, baik dari kalangan akademisi, aktivis buruh hingga anggota DPRD Kabupaten Wonosobo. (sumber: http://wonosobokab.go.id -berita seputar Wonosobo)

Thursday, 15 January 2015

MAMPU in News


Gb. 1 Wahyu Susilo-Hanif-Kholiq Arief
WONOSOBO, suaramerdeka.com - Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia, M Hanif Dhakiri menilai urgensi melindungi para pekerja sektor informal, tak sebatas membuat peraturan untuk memproteksi tenaga kerja di luar negeri saja.

Upaya tak kalah penting, menurut Hanif adalah mendorong agar bisa mengakomodasi para pekerja, terutama buruh di sektor informal dalam sebuah wadah selayak para pekerja formal.
Hal tersebut, bisa dimulai dengan mewujudkan bursa kerja informal sebagai pola rekrutmen baru, khususnya untuk tenaga kerja yang hendak menjadi pembantu rumah tangga.

Sebagaimana rekrutmen karyawan di sektor formal, para calon tenaga kerja informal pun, menurut Hanif layak dihargai, dan diakomodasi hak-haknya.

Bahkan dalam waktu dekat, pihaknya akan menerbitkan peraturan menteri tentang perlindungan tenaga kerja domestik, demi mengantisipasi kasus-kasus kekerasan terhadap pekerja informal.

Hal itu dikatakan Hanif pada seminar Urgensi Peraturan Daerah Perlindungan Buruh Migran Indonesia Kabupaten Wonosobo, di Ballroom Kresna Hotel, Kamis (15/1) yang digelar Maju Perempuan Indonesia Untuk Penanggulangan Kemiskinan (MAMPU) dan Migran Care SARI Solo bersama asosiasi Buruh Migran Indonesia (BMI) Wonosobo.

Hanif menyebut kementeriannya berupaya mengurai benang kusut permasalahan TKI, seperti terjadinya percaloan dan pemerasan TKI.

Menurut Hanif, permasalahan-permasalahan tersebut perlu segera dicarikan solusi agar ke depan buruh migrant tak hanya sekedar menjadi komoditas bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Pihak Kemenaker, dikatakan Hanif terus mengumpulkan data-data terkait Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) yang perlu diawasi secara ketat, atau bahkan dicabut ijinnya bila ditemukan pelanggaran.